TUGAS
“GEOLOGI INDONESIA”
GEOLOGI PULAU BALI DAN NUSA TENGGARA
DI SUSUN
O
L
E
H
NAMA : SABRI MANUNGGALA
NIM : 451413039
DOSEN PENGAMPUH : INTAN NOVIANTARI
MANYOE S.Si, M.Si
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016
STRUKTUR GEOLOGI PULAU BALI DAN NUSA
TENGGARA
Kondisi geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan
di lautan selama kala Miosen Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan
breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan
oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Di jalur yang
berbatasan dengan tepi utaranya terjadi pengendapan sedimen yang lebih halus.
Pada akhir kala Pliosen, seluruh daerah pengendapan itu muncul di atas
permukaan laut. Bersamaan dengan pengangkatan, terjadi pergeseran yang menyebabkan
berbagai bagian tersesarkan satu terhadap yang lainnya. Umumnya sesar ini
terbenam oleh bahan batuan organik atau endapan yang lebih muda. Selama kala
Pliosen, di lautan sebelah utara terjadi endapan berupa bahan yang berasal dari
endapan yang kemudian menghasilkan Formasi Asah. Di barat laut sebagian dari
batuan muncul ke atas permukaan laut. Sementara ini semakin ke barat
pengendapan batuan karbonat lebih dominan. Seluruh jalur itu pada akhir Pliosen
terangkat dan tersesarkan.
Kegiatan gunung api lebih banyak terjadi di daratan, yang
menghasilkan gunung api dari barat ke timur. Seiring dengan terjadinya dua
kaldera, yaitu mula-mula kaldera Buyan-Bratan dan kemudian kaldera Batur, Pulau
Bali masih mengalami gerakan yang menyebabkan pengangkatan di bagian utara.
Akibatnya, Formasi Palasari terangkat ke permukaan laut dan Pulau Bali pada
umumnya mempunyai penampang Utara-Selatan yang tidak simetris. Bagian selatan
lebih landai dari bagian Utara. Stratigrafi regional berdasarkan Peta Geologi
Bali geologi Bali tergolong masih muda. Batuan tertua kemungkinan berumur
Miosen Tengah.
Menurut Purbohadiwidjoyo, (1974). dan Sandberg, (1909)
dalam K.M Ejasta,(1995), secara geologi pulau bali masih muda, batuan
tertua berumur miosen. Secara garis besar batuan di Bali dapat dibedakan
menjadi beberapa satuan yaitu:
1.
Formasi Ulakan
Formasi ini merupakan formasi tertua berumur Miosen
Atas, terdiri dari stumpuk batuan yang berkisar dari lava bantal dan breksi
basal dengan sisipan gampingan. Nama formasi Ulakan diambil dari nama kampung
Ulakan yang terdapat di tengah sebaran formasi itu.
Bagian atas formas ulakan adalah formasi Surga terdiri
dari tufa, nafal dan batu pasir. Singkapan yang cukup luas terdapat dibagaian
tengah daerah aliran sungai Surga. Disini batuan umumnya miring kearah selatan
atau sedikit menenggara (170-190o) dengan kemiringan lereng hingga
cukup curam (20-50o). singkapan lain berupa jendela terdapat di
baratdaya Pupuan, dengan litologi yang mirip.
2.
Formasi Selatan
Formasi ini menempati semenanjung Selatan. Batuannya sebagian besar berupa
batugamping keras. menurut Kadar, (1972) dalam K.M Ejasta, (1995) tebalnya
berkisar 600 meter, dan kemiringa menuju keselatan antara 7-10o .
kandungan fosil yang terdiri dari Lepidocyclina emphalus, Cycloclypeus Sp,
Operculina Sp, menunjukan berumur Miosen. Selain di semananjung selatan,
formasi ini juga menempati Pulau Nusa Penida.
3. Formasi Batuan Gunungapi Pulaki
Klompok batuan ini berumur pliosin, merupakan klompok batuan beku yang umumnya
bersifat basal, terdiri dari lava dan breksi. Sebenarnya terbatas di dekat
Pulaki. Meskipu dipastikan berasal dari gunung api, tetapi pusat erupsinya
tidak lagi dapat dikenali. Di daerah ini terdapat sejumlah kelurusan yang
berarah barat-timur, setidaknya sebagian dapat dihubungkan dengan persesaran.
Mata air panas yang terdapat di kaki pegunungan, pada perbatasan denga jalur
datar di utara, dapat dianggap sebagai salah satu indikasi sisa vulkanisme,
dengan panas mencapai 470 C dan bau belerang agak keras.
4. Formasi Prapatagung
Klompok batuan ini berumur Pliosin, menempati daerah Prapatagung di ujung
barat Pulau Bali. Selai batugamping dalam formasi ini terdapat pula batu pasir
gampingan dan napal.
5. Formasi Asah
Klompok batuan ini brumur Pliosen menyebar dari baratdaya Seririt ke timur
hingga di baratdaya Tejakula. Pada lapisan bawah umumnya terdiri dari breksi
yang beromponen kepingan batuan bersifat basal, lava, obsidian. Batuan ini
umumnya keras karena perekatnya biasanya gampingan. Dibagian atas tedapat lava
yang kerapkali menunjjukan rongga, kadang-kadang memperlihatkan lempengan dan
umunya berbutir halus. Kerpakali Nampak struktur bantal yang menunjukan suasana
pengendapan laut.
6. Formasi batuan gunungapi kuarter
bawah
Kwarter di Bali di Dominasi oleh batuan bersal dari kegiatan gunung api.
berdasarkan morfologinya dapat diperkirakan bahwa bagian barat pulau Bali
ditempati oleh bentukan tertua terdiri dari lava, breksi dan tufa. Batuan yang
ada basal, tetapi sebagian terbesar bersifat andesit, semua batuan volkanik
tersebut dirangkum ke dalam Batuan Gunungapi Jemberana. Berdasarkan
kedudukannya terdapat sedimen yang mengalasinya, umur formasi ini adalah
kuarter bawah, seluruhnya merupakan kegiatan gunung api daratan.
Pada daerah Candikusuma sampai Melaya terdapat banyak bukit rendah yang
merupakan trumbu terbentuk pada alas konglomerat dan diatasnya menimbun
longgokan kedalam formasi Palasari, suatu bentukan muda karena pengungkitan
endapan disepanjang tepi laut.
7.
Formasi batuan gunungapi kwarter
Kegiaan vulkanis pada kwarter
menghasilkan terbentuknya sejumlah kerucut yang umumnya kini telah tidak aktif
lagi. Gunungapi tersebut menghasikan batuan tufa dan endapan lahar Buyan-Beratan
dan Batur, batuan gunungapi Gunung Batur, batuan gunungapi Gunung Agung,
batuan gunungapi Batukaru, lava dari gunung Pawon dan batuan gunungapi dari
kerucut-kerucut subresen Gunung Pohen, Gunung Sangiang dan gunung Lesung.
Gunungapi-gunungapi tersebut dari keseluruhannya hanya dua yang kini masih
aktif yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur di dalam Kaldera Batur.
Stratigrafi
regional pulau Bali
berdasarkan
Peta Geologi Bali menurut Dony Purnomo,
(2010).
Kala
Geologi
|
Formasi
|
Kwarter
|
Endapan aluvium terutama di
sepanjang pantai,
tepi Danau Buyan, Bratan, dan
Batur
|
Batuan gunung api dari krucut
subresen Gunung Pohen, Gunung Sangiang, Gunung Lesung
|
|
Lava dari Gunung Pawon
|
|
Batuan dari gunung api Gunung
Batukaru
|
|
Batuan gunung api Gunung Agung
|
|
Batuan gunung api Gunung Batur
|
|
Tufa dari endapan lahar
Buyan-Bratan dan Batur
|
|
Kwarter bawah
|
Formasi Palasari: konglomerat,
batu pasir,
batu gamping terumbu
|
Batuan gunung api Gunung Sraya
Batuan gunung api Buyan-Bratan Purba dan Batur Purba |
|
Batuan gunung api Jembrana: lava,
breksi, dan tufa
dari Gunung Klatakan, Gunung
Merbuk, Gunung Patas,
dan batuan yang tergabung
|
|
Pliosen
|
Formasi Asah: lava, breksi, tufa
batuapung,
dengan isian rekahan bersifat
gampingan
|
Formasi Prapat Agung: batu
gamping, batu pasir gampingan,
Napal
|
|
Batuan gunung api Pulaki: lava dan
breksi
|
|
Miosen - Pleosen
|
Formasi Selatan: terutama
batugamping
|
Miosen Tengah-Atas
|
Formasi Sorga: tufa, napal, batu
pasir
|
Miosen Bawah-Atas
|
Formasi Ulukan: breksi gunung api,
lava, tufa
dengan sisipan batuan gampingan
|
Struktur Geologi Nusa Tenggara
Kondisi
fisik Nusa Tenggara sangat berbeda dengan kawasan lainnya di Indonesia.
Kepulauan ini terdiri dari pulau-pulau vulkanis dan rangkaian terumbu karang
yang tersebar di sepanjang lautan yang terdalam di dunia, dan tidak memiliki
pulau besar, seperti Jawa dan Sumatera. Asal-usul kepulauan ini dan
proses-proses yang dialami dalam pembentukan pulau-pulau yang sampai sekarang
masih terjadi sangat mempengaruhi posisi, ukuran, dan bentuk pulau. Sebagian
besar pulau-pulau di kawasan ini, secara geologis, masih sangat muda, umurnya
berkisar antara 1-15 tahundan tiadk pernah merupakan bagain dari massa daratan
lain yang lebih besar. Kerumitan kondisi geologi Nusa Tenggara disebabkan oleh
posisinya di persimpangan empat lempeng geologis dan dua benua.
Mempelajari
pulau-pulau di Nusa Tenggara harus dibedakan antara pulau-pulau oseanik dan
pulau-pulau kontinental. Pulau-pulau oseanik artinya pulau-pulau yang muncul
dari kerak samudra yang terisolasi dari kerak benua sebagai hasil subduksi
oseanik ke oseanik. Pulau-pulau oseanik ini di Nusa Tenggara membentuk baik
busur dalam yang volkanik maupun busur luar yang non-volkanik. Semua pulau
oseanik ini umurnya lebih muda daripada mid-Miosen (15 Ma). Pulau-pulau seperti
ini misalnya Lombok-Sumbawa-Flores-Alor-Wetar-Damar-dst. di Busur Banda.
Pulau-pulau kontinental masih merupakan bagian dari massa benua, masih erposisi
di paparan benua, hanya dipisahkan oleh laut zaman deglasiasi, misalnya Bali,
keraknya bisa benua bisa transisi. Termasuk ke dalam jenis ini adalah pulau berkerak
benua, tetapi sudah terpisah dari massa benuanya akibat peristiwa tektonik pada
zaman Paleogen. Contoh pulau seperti ini adalah Sumba. Ini kita sebut fragmen
benua, mikro-kontinen, atau island raft.
Lombok
dan Sumbawa adalah busur kepulauan sebelah dalam yang bersifat volkanik (inner
volcanic island arc). Semua pulau busur dalam ini secara struktur adalah yang
paling sederhana di Nusa Tenggara, merupakan pulau-pulau oseanik volkanik muda
(< 15 Ma), seringkali ditumbuhi terumbu karang di pinggirnya atau material
sediment yang berasal dari erosi bagian utama pulau dan terlonggok
(terakumulasi) di antara lidah-lidah lava dan material ekstrusi volkanik
lainnya.
Lombok dan Sumbawa merupakan bagian paling timur Busur Sunda. Setelah
Sumbawa, pulau-pulau volkanik ke sebelah timurnya kita sebut Busur Banda. Batas antara Busur Sunda dan Busur Banda ini oleh Audley-Charles (1975) pernah disebut sebagai Sumba Fracture, bahkan ia menyebutkan bahwa batas ini sebagai batas struktur antara Indonesia Barat dan Timur. Satyana (2003) menyambungkan Sumba Fracture ini ke suatu diskontinuitas di Laut Flores, lalu masuk ke Lengan Sulawesi Selatan dan menyambungkannya ke Walanae Fault sebuah lembah sangat dalam di lengan Sulawesi dan menggunakan diskontinuitas besar ini sebagai jalan untuk island raft Sumba berpindah dari tepi tenggara Sundaland ke tempatnya sekarang pada Paleogen sebelum Busur Banda menghalanginya (dalam suatu proses bernama slivering of the continent).
Lombok dan Sumbawa merupakan bagian paling timur Busur Sunda. Setelah
Sumbawa, pulau-pulau volkanik ke sebelah timurnya kita sebut Busur Banda. Batas antara Busur Sunda dan Busur Banda ini oleh Audley-Charles (1975) pernah disebut sebagai Sumba Fracture, bahkan ia menyebutkan bahwa batas ini sebagai batas struktur antara Indonesia Barat dan Timur. Satyana (2003) menyambungkan Sumba Fracture ini ke suatu diskontinuitas di Laut Flores, lalu masuk ke Lengan Sulawesi Selatan dan menyambungkannya ke Walanae Fault sebuah lembah sangat dalam di lengan Sulawesi dan menggunakan diskontinuitas besar ini sebagai jalan untuk island raft Sumba berpindah dari tepi tenggara Sundaland ke tempatnya sekarang pada Paleogen sebelum Busur Banda menghalanginya (dalam suatu proses bernama slivering of the continent).
Lombok
dan Sumbawa pun karena posisinya paling barat sebagai pulau-pulau volkanik di
Nusa Tenggara mereka paling tua umurnya sebab dari Busur Sunda ke Busur Banda
cenderung material penyusunnya semakin muda bergerak ke timur. Bila kita
urutkan dari kala tua ke kala muda, Pulau Lombok dan Sumbawa mempunyai sejarah
sebagai berikut :
v sebelum
Miosen : tak ada kedua pulau ini
v base
of pre-Miocene marine rocks (belum teridentifikasi, bisa ada bisa tidak)
v Miocene
: southern volcanoes form (submarine volcanoes)
v Mio-Pliocene
: sub-aerial volcanoes (makin bergerak ke utara)
v Pleistocene
: coral reefs form and are uplifted; 0.2 Ma northern volcanoes form
v 0.04
Ma : Tambora’s first caldera formed
v Holocene
: Central plain infills
Dapat
kita lihat bahwa di kedua pulau ini (juga hampir semua pulau di busur dalam Nusa
Tenggara) terdapat dua mountain land (southern dan northern) yang terbentuk :
gunungapi2 Mio-Pliosen yang sekarang tererosi tahap tua membentuk
pematang-pematang sempit tertoreh, dan gunungapi2 aktif Kuarter muda yang
bentuknya masih kerucut. Ini mencerminkan perkembangan busur volkanik bagian
dalam seiring dengan bergeraknya zone subduksi ke utara. Di Lombok dan Sumbawa
jalur volkanik tua ada di sebelah selatan. Sisa-sisa gunungapi tua andesitik-basaltik ini misalnya Gunung Mareje
(716 m) di dekat Mataram Lombok atau Gunung Sepakat dan Gunung Dinding di
Sumbawa selatan. Di sekitar gunung ini dapat dipelajari dengan baik bagaimana
asal dan sekuen gunung ini dalam hubungannya dengan batuan sediment yang
tersingkap di sekitarnya, apakah intrusi magmatik yang menerobos batuan
sediment lebih tua, apakah gunungapi tua yang di pinggirnya ditumbuhi terumbu
karang, dsb.
Pengangkatan
Resen terjadi sangat kuat di sebelah selatan Lombok-Sumbawa. Batugamping dan
konglomerat dari gunungapi2 tua terangkat membentuk tebing pantai, misalnya di
dekat Kuta dan Blongas di Lombok selatan (bandingkan dengan pantai Uluwatu,
Bali selatan). Dataran tinggi sebelah selatan Taliwang di Sumbawa baratdaya,
juga merupakan uplifted coral limestones yang dulunya tumbuh menumpu (onlap)
gunungapi andesitik ke sebelah selatan dan tenggaranya.
Maka,
di Lombok dan Sumbawa sebenarnya ada dua massif volkanik, di sebelah selatan yang lebih tua (Miosen-Pliosen), dan
di sebelah utara yang lebih muda (Pleistosen-Holosen). Kedua masiff ini dipisahkan
di bagian tengahnya oleh sebuah jalur laut dangkal yang kemudian terisi oleh
endapan volkanik dari kedua gunungapi berbeda generasi ini, dan saat ini telah
menjadi lembah di tengah kedua pulau ini yang subur dan menjadi lahan pertanian
(di Sumbawa tak kelihatan lembah Central Plain ini karena massif gunungapi
tua-nya tebal dan
berkembang lebih intensif). Gunungapi terkenal Rinjani (3726 m) di Lombok dan Tambora (2850 m) di Sumbawa adalah produk gunungapi generasi ke dua yang bergerak ke utara di kedua pulau ini.
berkembang lebih intensif). Gunungapi terkenal Rinjani (3726 m) di Lombok dan Tambora (2850 m) di Sumbawa adalah produk gunungapi generasi ke dua yang bergerak ke utara di kedua pulau ini.
Maka,
bisa disimpulkan bahwa Lombok dan Sumbawa merupakan dua pulau oseanik penyusun busur volkanik dalam di sistem Busur
Sunda paling timur yang berasal dari subduksi antara kerak oseanik Hindia
dengan kerak oseanik yang membatasi Sundaland di sebelah tenggara maka kedua
pulau ini adalah a proper island arc (bukan seperti Sumatra-Jawa-Bali yang
merupakan produk subduksi kerak oseanik di bawah tepi kerak benua-transisi Eurasia
continental margin arc).
Batas
antara kerak kontinental-transisi Eurasia dengan kerak oseanik yang membatasi
Sundaland di sebelah tenggaranya adalah Selat Lombok, sebuah selat angat dalam
tempat Alfred Russel Wallace menaruh garis demarkasi zoogeografi pada tahun
1869. Maka cerita tentang rumpang keanekargaman hayati antara Bali dan Lombok,
yang duduk sebelah-menyebelas terhadap garis demarkasi ini akan sama menariknya
dengan cerita tentang diskontinuitas geologi kedua pulau ini yang duduk di dua
massa kerak yang berlainan.
Flores
akan punya cerita tektonik yang lebih seru lagi sebab di selatan ia dihalangi
oleh fragmen benua Sumba, di utara ia berhadapan dengan Flores megathrust yang
sebenarnya sebuah subduksi kerak oseanik West Banda. Cerita biogeografinya juga
lebih seru dengan hadirnya sekian banyak makhluk endemic di pulau ini, dari
komodo sampai Homo floresiansis. Jelas kita harus memikirkan Flores lain
daripada yang lain.
1. Kondisi
geologi wilayah NTB
Kondisi
geologi wilayah NTB dengan batuan tertua berumur Tersier dan yang termuda
berumur Kuarter, didominasi oleh Batuan Gunungapi serta Aluvium (recent).
Batuan Tersier di Pulau Lombok terdiri dari perselingan batupasir kuarsa,
batulempung, breksi, lava, tufa dengan lensa-lensa batugamping, batugamping dan
dasit. Sedangkan di Pulau Sumbawa terdiri dari lava, breksi, tufa, andesit,
batupasir tufaan, batulempung, dasit, tonalit, tufa dasitan, batu gamping
berlapis, batu gamping tufaan dan lempung tufaan. Batuan Kuarter di Pulau
Lombok terdiri dari perselingan breksi gampingan dan lava, breksi, lava, tufa,
batuapung dan breksi lahar. Sedangkan di Pulau Sumbawa terdiri dari terumbu
koral terangkat, epiklastik (konglomerat), hasil gunungapi tanah merah,
gunungapi tua, gunungapi Sangeangapi, gunungapi Tambora, gunungapi muda dan
batugamping koral. Aluvium dan endapan pantai cukup luas terdapat di Pulau
Sumbawa dan Lombok. Berdasarkan tatanan geologi Indonesia, Wilayah Nusa
Tenggara Barat terletak pada pertemuan dua lempeng besar (Lempeng
Hindia-Australia dan Lempeng Eurasia) yang berinteraksi dan saling berbenturan
satu dengan yang lain. Batas kedua lempeng ini merupakan daerah yang sangat
labil ditandai dengan munculnya tiga gunungapi aktif tipe A (Rinjani, Tambora
dan Sangeangapi).
2. Kondisi geologi wilayah NTT
2. Kondisi geologi wilayah NTT
Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur termasuk dalam kawasan Circum – Pasifik sehingga daerah ini,
terutama sepanjang Pulau Flores, memiliki struktur tanah yang labil (sering
terjadi patahan). Pulau – pulau seperti Pulau Flores, Alor, Komodo, Solor,
Lembata dan pulau– pulau sekitarnya terbentuk secara vulkanik, sedangkan pulau
Sumba, Sabu, Rote, Semau, Timor, dan pulau sekitarnya terbentuk dari dasar laut
yang terangkat ke permukaan. Dengan kondisi ini maka jalur pulau – pulau yang
terletak pada jalur vulkanik dapat dikategorikan subur namun sering mengalami
bencana alam yang dapat mengancam kehidupan penduduk yang menetap di daerah
tersebut. Dibalik kondisi geologi tersebut ternyata propinsi ini memiliki
berbagai macam deposit, baik mineral maupun sumber – sumber energi lainnya.
Hampir 100 lokasi di daerah ini mengandung mineral dari sumber energi
bumi/bahan bakar minyak, seperti di Pulau Sumba, Timor dan disepanjang pantai
Flores bagian timur. Sumber energi dapat dikembangkan dari sungai-sungai besar,
seperti Noelmina, Benanain, Aesesa dan sungai Kambaniru. Mineral yang terkandung
di propinsi ini adalah: Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Emas (Au), Flourspor
(Fs), Barit (Ba), Belerang (S), Posfat (Po), Zeolit (Z), Batu Permata (Gs),
Pasir Kwarsa (Ps), Pasir (Ps), Gipsum (Ch), Batu Marmer (Mr), Batu Gamping,
Granit RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 2 (Gr), Andesit (An),
Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung (Pu), Tanah Diatomea (Td) Lempung/Clay
(Td). Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah propinsi ini, adalah
:
a. Batuan Silicic (acid) Rock (batuan berasam kersi asam), terdapat di Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, sebagian besar Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, sebagian besar Kabupaten Ngada, sebagian Kabupaten Manggarai, sebagian besar Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;
b. Batuan Matic Basic Rocks (batuan basa);
a. Batuan Silicic (acid) Rock (batuan berasam kersi asam), terdapat di Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, sebagian besar Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, sebagian besar Kabupaten Ngada, sebagian Kabupaten Manggarai, sebagian besar Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;
b. Batuan Matic Basic Rocks (batuan basa);
c. Batuan Intermediate Basic (basa
menengah);
d. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra
tersier tak dibedakan);
e. Batuan Paleagene (pleogen);
f. Alluvial Terrace Deposit and Coral
Reets (alluvium undak dan berumba koral);
g. Batuan Neogene (neogen);
h. Batuan Kekneno Series (deret kekneno);
i. Batuan Sonebait Series (deret
sonebait);
j. Batuan Sonebait and Ofu Series
Terefolde (deret sonebait dan deret terlipat bersama);
k. Batuan Ofu Series (deret ofu);
k. Batuan Ofu Series (deret ofu);
l. Batuan Silicic Efusives (efusiva
berasam kersik);
m. Batuan Triassic (trias);
n. Batuan Crystalline Shist (sekis
hablur).
DAFTAR PUSTAKA
Dena, Kadek.2012. Kondisi Geologi dan
Topografi Pulau Bali.Singaraja:Geografi
USB.
Purnomo, Dony.2010. Pulau Bali.Singaraja:Geografi
USB.
Vertsappen, H.Th.2013.Garis Besar
Geomorfologi Indonesia.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press (GMUP)
SlotyCity Casino & Resort - Mapyro
BalasHapusGet 제이티엠허브출장안마 directions, reviews and information for SlotyCity Casino & Resort in Welch, 의정부 출장안마 WV., 아산 출장마사지 including fully refundable 서산 출장샵 rates with 이천 출장샵 free cancellation.